Rabu, 16 November 2016

PT (Perseroan Terbatas), CV (Commanditaire Vennootschap), FIRMA, Usaha Dagang (UD)


1.      PERSEROAN TERBATAS (PT)

a.           a.      Pengertian

Perseroan Terbatas (PT) dahulu dikenal dengan istilah “NV” (Naamloze Vennootschap).  Istilah  Naamloze Vennootschap  yang dahulu digunakan Pasal 36 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) secara harfiah bermakna persekutuan tanpa nama. NV merupakan pengecualian dari ketentuan Pasal 16 KUHD yang menyatakan bahwa firma adalah persekutuan perdata yang menjalankan perusahaan dengan nama bersama dimana nama bersama  atau nama dari para sekutu itu dijadikan sebagai nama perusahaan.

Penggunaan istilah Perseroan Terbatas yang kemudian disingkat menjadi  “PT” tidak dapat ditelusuri asal muasalnya. Istilah tersebut menjadi baku di dalam masyarakat, bahkan kemudian dibakukan di dalam berbagai peraturan perundang-undangan, yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas yang diganti dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.

Istilah Perseroan Terbatas (PT) terdiri dari dua kata, yaitu perseroan dan terbatas. Kata  “perseroan”  merujuk pada modal PT yang terdiri dari sero-sero atau saham-saham, sedangkan kata  “terbatas” merujuk pada tanggung jawab pemegang saham yang luasnya hanya terbatas pada nilai nominal semua saham yang dimilikinya.

Bahwa dasar pemikiran modal PT terdiri dari sero-sero atau saham-saham dapat dilihat dari ketentuan Pasal 1 angka 1 UndangUndang Nomor 40 Tahun 2007 yang menggantikan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 dimana dalam Pasal tersebut juga kita dapat menemukan definisi PT yaitu sebagai berikut:



Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya. 



Mengenai penunjukan terbatasnya tanggung jawab pemegang saham dalam PT dapat dilihat dari ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 yang menentukan bahwa:



Pemegang saham Perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama Perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan melebihi saham yang dimiliki.  

Apabila kita melihat kepada hukum Inggris, istilah atau pengertian PT hampir sama, dimana di Inggris dikenal dengan istilah  Limited Company. Kata Company  memberikan arti bahwa lembaga usaha yang diselenggarakan itu tidak seorang diri tetapi terdiri dari beberapa orang yang tergabung dalam suatu badan usaha, sedangkan kata  Limited  menunjukkan terbatasnya tanggung jawab pemegang saham, dalam arti bertanggung jawab tidak lebih dari dan semata-mata dengan harta kekayaan yang terhimpun dalam badan usaha tersebut. 



b.           b.      Pendirian dan Modal PT

Sebagai subjek hukum, pada saat didirikan PT harus memiliki nama sebagai jati diri. Pengaturan mengenai penggunaan nama PT terdapat dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 1998 tentang Pemakaian Nama Perseroan Terbatas sebagai peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 yang berdasarkan ketentuan Pasal 159 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru. 

Perkataan Perseroan terbatas atau disingkat “PT” hanya dapat digunakan oleh badan usaha atau perseroan yang didirikan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 (sekarang Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007). Sebelum nama perseroan tersebut, perkataan PT harus diletakkan di depan nama  perseroan dimaksud. Khusus bagi perseroan yang sahamnya dimiliki masyarakat atau perusahaan publik, di belakang nama perseroan harus ditambahkan kata “Tbk”.

Pemakaian nama perseroan harus diajukan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk mendapatkan persetujuan Menteri. Nama perseroan ditolak apabila nama yang diajukan permohonan persetujuannya tersebut telah dipakai secara sah oleh perseroan lain atau mirip dengan nama perseroan lain serta apabila nama perseroan bertentangan dengan ketertiban umum dan atau kesusilaan. Nama PT juga akan ditolak apabila:

  1. sama atau mirip dengan nama perseroan yang permohonan persetujuan pemakaiannya telah diterima terlebih dahulu;
  2. sama atau mirip dengan merek terkenal yang diatur dalam Undang-Undang Merek;
  3. dapat memberikan kesan adanya kaitan antara perseroan dan suatu lembaga pemerintah, lembaga yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan, atau lembaga internasional, kecuali ada ijin dari yang bersangkutan;
  4. hanya terdiri dari angka atau rangkaian angka; 
  5. hanya terdiri dari huruf atau rangkaian huruf yang tidak membentuk kata;
  6. nama yang hanya menunjukkan maksud dan tujuan perseroan, kecuali ada tambahan lain;
  7. nama tidak sesuai dengan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan;
  8. hanya merupakan nama suatu tempat;
  9. ditambah kata atau singkatan yang mempunyai arti perseroan terbatas, badan hukum atau persekutuan perdata.

Sebagai konsekuensi dari pengertian bahwa PT adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, maka PT harus didirikan oleh dua orang atau lebih. Orang disini adalah dalam arti orang perorangan (persoon) atau badan hukum (rechtspersoon, legal entity), sehingga dengan demikian PT dapat didirikan oleh orang perorangan atau badan hukum. Pendirian PT harus tertuang dalam suatu akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia. Dalam pembuatan akta pendirian di hadapan notaris, para pendiri dapat menghadap sendiri atau dapat diwakilkan oleh orang lain dengan berdasarkan pada surat kuasa. Akta pendirian PT memuat anggaran dasar dan keterangan lain sekurang-kurangnya:

  1. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, dan kewarganegaraan pendiri;
  2. susunan, nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan dan kewarganegaraan anggota direksi dan komisaris yang pertama kali diangkat;
  3. nama pemegang saham yang telah mengambil bagian saham, rincian jumlah saham, dan nilai nominal atau nilai yang diperjanjikan dari saham yang telah ditetapkan dan disetor pada saat pendirian. 

Di dalam akta pendirian PT, harus memuat anggaran dasar yang sekurang-kurang menguraikan dan mencantumkan:

  1. nama dan tempat kedudukan perseroan;
  2. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
  3.  jangka waktu pendirian perseroan;
  4.  besarnya modal dasar, modal ditempatkan dan modal disetor;
  5. jumlah saham,  dan nilai nominal setiap saham;
  6.  susunan, jumlah dan nama anggota direksi dan komisaris;
  7. penetapan tempat dan tata cara penyelenggaraan RUPS;
  8. tata cara pemilihan, pengangkatan, penggantian dan pemberhentian anggota direksi dan      komisaris;
  9.  tata cara penggunaan laba dan pembagian deviden
  10. ketentuan-ketentuan lain menurut Undang-Undang PT.

Untuk mendapat status sebagai badan hukum bagi perseroan maka para pendiri bersama-sama mengajukan permohonan melalui jasa tehnologi sistim administrasi badan hukum secara elektronik kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan mengisi format isian yang memuat sekurang-kurangnya:

  1. nama dan tempat kedudukan perseroan;
  2. jangka waktu berdirinya perseroan;
  3. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan
  4.  jumlah modal dasar, modal ditetempatkan dan modal disetor
  5. alamat lengkap perseroan

Pengisian format isian tersebut di atas harus didahului dengan pengajuan nama perseroan. Dalam hal pendiri tidak mengajukan sendiri permohonannya maka pendiri hanya dapat memberi kuasa kepada notaris. 

Sebagai suatu badan usaha yang melakukan kegiatan usaha tentunya perseroan harus memiliki modal yang cukup untuk mendukung kegiatan usahanya, yang terdiri dari modal dasar serta  modal ditempatkan dan disetor. Modal dasar merupakan keseluruhan nilai nominal saham yang ada dalam perseroan. Modal ditempatkan dan disetor merupakan modal yang disanggupi para pendiri untuk disetor ke dalam kas perseroan pada saat perseroan didirikan.

Modal dasar perseroan, ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yaitu paling sedikit Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari modal dasar harus ditempatkan dan disetor penuh. Modal ditempatkan dan disetor penuh tersebut harus dibuktikan dengan bukti penyetoran yang sah. Namun demikian, ada bidang-bidang usaha tertentu yang modal ditempatkan dan disetor ditentukan tersendiri berdasarkan ketentuan yang berlaku, misalnya pendrian perusahaan efek nasional yang menjalankan perantara perdangan efek yang harus memiliki modal disetor minimal Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah). Demikian juga halnya dengan bidang usaha perbankan atau lembaga keuangan non bank, minimal modal disetor telah ditentukan tersendiri berdasarkan ketentuan yang berlaku.

Penyetoran saham oleh para pemegang saham, selain dilakukan dalam bentuk uang, maka diperbolehkan penyetoran saham dalam bentuk lain. Penyetoran saham dapat dilakukan dalam bentuk lain, baik berupa benda berwujud maupun benda tidak berwujud, yang dapat dinilai dengan uang dan yang secara nyata telah diterima oleh perseroan. Penyetoran saham dalam bentuk lain selain uang harus disertai rincian yang menerangkan nilai atau harga, jenis atau macam, status, tempat kedudukan  dan lain-lain yang dianggap perlu demi kejelasan mengenai penyetoran tersebut.



c.           c.       Organ PT 

Sebagaimana ditentukan Pasal 1 Butir 1 Undang-Undang PT (Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007), PT adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian. PT sebagai suatu badan hukum bukanlah mahluk hidup sebagaimana halnya manusia. Badan hukum tidak memiliki daya pikir, kehendak dan kesadaran sendiri. Oleh karena itu, ia tidak dapat melakukan perbuatanperbuatan hukum sendiri. Ia harus bertindak dengan perantara orang alamiah (natuurlijke persoon), tetapi orang tersebut tidak bertindak untuk dirinya melainkan untuk dan atas tanggung jawab badan hukum.

Ketentuan yang memuat persyaratan secara hukum mengenai orang-orang mana yang dapat bertindak untuk dan atas tanggung jawab badan hukum dapat dilihat dalam anggaran dasar dan/atau peraturan perundang-undangan yang menunjuk orang-orang mana yang dapat bertindak untuk dan atas tanggung jawab badan hukum. Orang-orang tersebut disebut sebagai organ badan yang merupakan suatu esensial organisasi  itu.

Pasal 1 butir 2 Undang-Undang PT Nomor 40 Tahun 2007 secara tegas menyebutkan bahwa organ perseroan terdiri dari:

1.      Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

2.      Direksi

3.      Komisaris. 



2.       CV (COMMANDITAIRE VENNOOTSCHAP) 

a.       Pengertian 

      Persekutuan Komanditer (Commanditaire Vennootschap) selanjutnya disingkat CV adalah persekutuan firma yang mempunyai satu atau beberapa orang sekutu komanditer. Yang dimaksud sekutu komanditer adalah sekutu yang hanya menyerahkan uang atau barang sebagai pemasukan pada persekutuan, sedangkan dia tidak turut campur dalam pengurusan atau penguasaan dalam persekutuan. Status seorang sekutu komanditer dapat disamakan dengan seorang yang menitipkan modal pada suatu perusahaan, yang hanya menantikan hasil keuntungan dari modal tersebut.

          Bila Persekutuan Firma diatur dalam Pasal 16 s/d 35 KUHD, maka tiga pasal diantaranya yakni Pasal 19, 20 dan 21 merupakan aturan mengenai CV. Hal itulah sebabnya dalam Pasal 19 KUHD disebutkan bahwa Persekutuan Komanditer (persekutuan pelepas uang) sebagai bentuk lain dari Firma, yakni firma yang lebih sempurna dan memiliki satu atau beberapa orang sekutu pelepas uang/komanditer. Dalam Firma biasa, sekutu komanditer ini tidak dikenal, tetapi masing-masing sekutu wajib memberikan pemasukan (inbreng) dalam jumlah yang sama, sehingga kedudukan mereka dari segi modal dan tanggung jawab juga sama. Dalam CV ada pembedaan antara sekutu komanditer (sekutu diam; mitra pasif; sleeping patners) dan sekutu komplementer (sekutu kerja; mitra aktif; mitra biasa; pengurus). Adanya pembedaan sekutu-sekutu itu membawa konsekuensi pada pembedaan  tanggung jawab yang dimiliki oleh masing-masing sekutu yang berbeda itu. 

        Dengan kata lain, terdapat dua macam sekutu dalam CV. Pertama, sekutu komanditer yakni sekutu yang tidak bertanggung jawab pada pengurusan persekutuan, sekutu ini hanya mempunyai hak mengambil bagian dalam aset persekutuan bila ada untung sebesar nilai kontribusinya. Demikian juga, dia akan menanggung kerugian sebesar nilai kontribusinya. Sedangkan kedua, sekutu komplementer yakni sekutu yang menjadi pengurus yang bertanggung jawab atas jalannya persekutuan, bahkan pertanggung jawabannya sampai kepada harta pribadinya.

       Molengraaff melihat CV sebagai suatu perkumpulan (vereeniging) perjanjian  kerja sama, dimana satu atau lebih sekutu mengikatkan diri untuk memasukkan modal tertentu untuk perkiraan bersama oleh satu atau lebih sekutu lain menjalankan perusahaan niaga (handelsbedrijf). Perumusan ini terlalu sederhana sehingga masih kurang mencakup unsur-unsur yang diperlukan oleh suatu CV seperti pencerminan adanya sekutu yang secara tanggung menanggung sepenuhnya bertanggung jawab bersama, disamping adanya sekutu yang bertanggung jawab terbatas, sekutu pengurus dan sekutu komanditer serta unsur menjalankan perusahaan.

       BW Nederland Pasal 7.13.3.1 ayat (1) menetapkan bahwa CV adalah persekutuan terbuka terang-terangan yang menjalankan suatu perusahaan, dimana disamping satu orang atau lebih sekutu biasa (gewone vennoten), juga mempunyai satu orang atau lebih sekutu diam (commanditaire vennoten). Dalam KUHD sekutu komanditer disebut juga dengan sekutu pelepas uang (geldschieter). Diantara penulis ada yang tidak setuju dengan penggunaan istilah “pelepas uang” yang dipersamakan dengan istilah “sekutu komanditer”. Menurut Purwosujipto, pada “pelepas uang” (geldschieter), uang atau benda yang telah diserahkan kepada orang lain  dapat dituntut kembali bila si debitur jatuh pailit. Tetapi uang atau modal yang diserahkan oleh sekutu komanditer kepada sebuah persekutuan, tidak dapat dituntut kembali bila persekutuan itu jatuh pailit.


b.       Jenis-jenis CV 

          Ada tiga jenis persekutuan komanditer (CV) yang dikenal:

  • CV diam-diam, yaitu CV yang belum menyatakan dirinya terang-terangan kepada pihak ketiga sebagai CV. Keluar, persekutuan ini masih menyatakan dirinya sebagai Firma, tetapi kedalam persekutuan ini sudah menjadi CV, karena salah seorang atau beberapa orang sekutu sudah menjadi sekutu komanditer 
  • CV terang-terangan (terbuka), yaitu CV yang terang-terangan menyatakan dirinya kepada pihak ketiga sebagai CV. Hal itu terlihat dari tindakannya dalam bentuk publikasi berupa papan nama yang bertuliskan “CV” (misalnya CV. Sejahtera). Bisa juga dalam punulisan kepala surat yang menerangkan nama CV tersebut dalam berhubungan dengan pihak ketiga.  
  • CV dengan saham, yaitu CV terang-terangan, yang modalnya terdiri dari kumpulan saham-saham. Jenis terakhir ini sama sekali tidak diatur dalam KUHD, ia hanya muncul dari praktek dikalangan pengusaha/dunia perniagaan. Pada hakekatnya CV dengan saham sama saja dengan jenis CV terang-terangan, bedanya hanya pada pembentukan modalnya saja yang sudah terdiri dari saham-saham. Pembentukan modal CV dengan saham ini dimungkinkan oleh Pasal 1337 ayat (1), 1338 ayat (1) KUHPerdata jo Pasal 1 KUHD. Karenanya, CV jenis terakhir ini juga semacam CV terang-terangan (CV biasa).

Ada beberapa hal yang bisa diperhatikan sebagai persamaan dan perbedaan antara CV dengan Saham dan PT, yaitu :



Persamaannya:

  • Modalnya sama-sama terdiri dari saham-saham, meskipun bagi CV dengan saham berbentuk saham atas nama (op naam); sedangkan pada PT bisa berbentuk saham atas nama (op naam) ataupun saham atas pembawa (aan toonder) 
  • Ada pengawasan dari komisaris. Pada CV dengan saham dapat ditetapkan salah seorang dari sekutunya sebagai komisaris, yang bertugas mengawasi pekerjaan sekutu kerja. Meskipun dia komisaris, tetapi karena dia adalah sekutu komanditer, tetap saja dia tidak diperbolehkan mencampuri urusan pengurusan.Dalam PT komisaris merupakan salah satu organ perseroan yang harus ada disamping RUPS dan Direksi.
Perbedaannya:
  • Dalam CV dengan Saham dikenal adanya sekutu kerja (sekutu komplementer) yang bertanggung jawab penuh secara pribadi untuk keseluruhan (tidak terbatas). Pertanggung jawaban seperti ini pada PT mirip dengan direksi (pengurus), tetapi direksi tidak bertanggung jawab secara pribadi untuk keseluruhan (terbatas). 
  • Sekutu kerja pada CV dengan Saham  boleh diangkat untuk selamanya, sedangkan direksi pada PT tidak dapat diangkat buat selamanya, ia bisa diberhentikan sekatuwaktu. 
  • Dalam CV dengan Saham tidak dikenal adanya Dewan Pengawas Syariah, tetapi dalam PT (UUPT 2007) mengenal adanya Dewan Pengawas Syariah.  

c.       Pendirian CV 

        Perusahaan berbentuk CV merupakan bentuk usaha yang sederhana. Akan tetapi, jangkauan yang begitu luas sekali dengan memperhatikan aspek penghasilan dan sebagainya. Tanggungan pajak yang dibayar CV tidak sebesar pajak yang dibayar PT. Oleh karena itu, banyak orang yang memilih bentuk usaha ini yang dianggap memiliki nilai lebih berupa  pemasukan keuntungan dari perusahaannya. 

Langkah-langkah mendirikan badan usaha Perserikatan Komanditer (CV): 

    1)    Persiapan 

  • Membuat kesepakatan antar pihak yang akan membentuk Perserikatan Komanditer (CV) · Menyiapkan KTP pihak yang membentuk CV 
  • Menentukan calon nama yang akan digunakan oleh CV 
  • Menentukan tempat kedudukan CV 
  • Menentukan pihak yang akan bertindak selaku anggota aktif dan pihak yang akan bertindak selaku anggota pasif 
  • Menentukan maksud dan tujuan yang spesifik dari Perserikatan Komanditer tersebut 

   2)    Pendaftaran ke notaris 

          Untuk mendapatkan akta notaris tentang pendirian CV 



   3)    Pendaftaran ke Pengadilan Negeri

Untuk memperkokoh posisi CV, sebaiknya Perserikatan Komanditer yang telah didirikan dengan akta notaris didaftarkan pada pengadilan negeri setempat dengan membawa kelengkapan berikut:

  • Surat Keterangan Domisili Perusahaan (SKDP) 
  • Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atas nama CV yang bersangkutan


3.       PERSEKUTUAN FIRMA (VENNOOTSCHAP ONDER FIRMA)
1.       Pengertian  

         Apa yang dimaksud dengan Firma dijelaskan dalam pasal 16 KUHD, “Persekutuan Firma ialah tiap-tiap persekutuan perdata yang didirikan untuk menjalankan perusahaan dengan nama bersama”. Dari ketentuan pasal diatas dapat disimpulkan bahwa Persekutuan Firma merupakan persekutuan khusus. Kekhususan itu terletak pada tiga unsur mutlak sebagai tambahan pada Persekutuan Perdata (Maatschap), yaitu:

a. Menjalankan perusahaan (Pasal 16 KUHD) 

b. Dengan nama bersama atau Firma (Pasal 16 KUHD); dan 

c. Pertanggungjawaban sekutu yang bersifat pribadi untuk keseluruhan (Pasal 18 KUHD)

       
       Dengan demikian, Persekutuan Perdata yang unsur tambahannya kurang dari apa yang disebutkan diatas, maka Persekutuan Perdata itu belum menjadi Persekutuan Firma. Molengraaff memberikan pengertian Firma dengan menggabungkan Pasal 16 dan Pasal 18 WvK, yaitu suatu perkumpulan (vereniging) yang didirikan untuk menjalankan perusahaan di bawah nama bersama dan yang mana anggota-anggotanya tidak terbatas tanggung jawabnya terhadap perikatan Firma dengan pihak ketiga.

       Schilfgaarde mengatakan Persekutuan Firma sebagai persekutuan terbuka terangterangan (openbare vennootschap) yang menjalankan perusahaan dan tidak mempunyai pesero komanditer. Menurut Slagter, Firma adalah suatu perjanjian (een overeenkomst) yang ditujukan kearah kerja sama di antara dua orang atau lebih secara terus menerus untuk menjalankan suatu perusahaan di bawah suatu nama bersama, agar supaya memperoleh keuntungan atas hak kebendaan bersama (gemeenschappleijk vermogensrechtelijk voordeel) guna mencapai tujuan pihak-pihak di antara mereka mengikatkan diri untuk memasukkan uang, barang, kerja, nama baik atau kombinasi dari padanya ke dalam perusahaan. 

         Firma artinya nama bersama, yaitu nama orang (sekutu) yang dipergunakan menjadi nama perusahaan. Misalnya: salah seorang sekutu bernama “Hermawan”, lalu Persekutuan Firma yang mereka dirikan diberi nama “Persekutuan Firma Hermawan”, atau “Firma Hermawan Bersaudara”. Disini kelihatan bahwa nama salah seorang sekutu dijadikan sebagai nama Firma.

           Mengacu pada Pasal 16 KUHD dan yursprudensi, ditentukan bahwa nama bersama atau Firma dapat diambil dari: 

  1. Nama dari salah seorang sekutu. Misalnya: “Firma Hermawan”. 
  2. Nama dari salah seorang sekutu dengan tambahan. Misalnya: “Firma Hermawan Bersaudara”, “Sutanto & Brothers”, “Marriot & Sons”, dan lain-lain. 
  3. Kumpulan nama dari semua atau sebagian sekutu. Misalnya: “Firma Hukum ANEK”. ANEK merupakan singkatan nama beberapa sekutu yakni Andika, Nelson, Elias dan Kurniawan.
  4. Nama lain yang bukan nama keluarga, yang menyebutkan tujuan perusahaannya. Misalnya: “Firma Perdagangan Cengkeh”

       Menurut Polak, para sekutu bebas untuk menetapkan nama dari persekutuan Firma. Tetapi kebebasan itu tidak sedemikian rupa sehingga nama yang ditetapkan itu menyamai atau hampir menyamai nama Firma lain yang sudah ada, sehingga menimbulkan kebingungan di pihak ketiga. 



b.     Sifat Firma

        Sebagaimana yang berlaku dan menjadi ciri sebuah Maatschap, maka kapasitas/sifat kepribadian yang tebal juga menjadi ciri sebuah Firma, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 16 KUHD yang menyebutkan Firma sebagai persekutuan perdata yang didirikan untuk menjalankan perusahaan dengan nama bersama.

       Persekutuan Perdata (Maatschap) dan Persekutuan Firma sifat kepribadian para sekutu masih sangat diutamakan. Lingkungan sekutu-sekutu tidak luas, hanya terbatas pada keluarga, teman dan sahabat karib yang bekerja sama untuk mencari laba, “oleh kita untuk kita”. Berbeda halnya dengan Perseroan Terbatas (PT), yang bertujuan mencari keuntungan sebesar-besarnya, maka sifat kepribadian tidak kelihatan lagi bahkan tidak dipedulikan. Bagi PT yang paling penting adalah bagaimana meraup modal sebanyak mungkin dari pemegang saham, tidak peduli siapa orangnya. Banyaknya jumlah pemegang saham menyebabkan mereka tidak saling mengenal satu sama lain.



 c.      Pendirian Firma

         Menurut Pasal 16 KUHD jo 1618 KUHPerdata, pendirian Firma tidak disyaratkan adanya akta, tetapi pasal 22 KUHD mengharuskan pendirian Firma itu dengan akta otentik. Namun demikian, ketentuan Pasal 22 KUHD tidak diikuti dengan sanksi bila pendirian Firma itu dibuat tanpa akta otentik. Bahkan menurut pasal ini, dibolehkan juga Firma didirikan tanpa akta otentik. Ketiadaan akta otentik tidak bisa dijadikan argumen untuk merugikan pihak ketiga. Ini menunjukkan bahwa akta otentik tidak menjadi syarat mutlak bagi  pendirian Firma, sehingga menurut hukum suatu Firma tanpa akta juga dapat berdiri. Akta hanya diperlukan apabila terjadi suatu proses. Di sini kedudukan akta itu lain dari pada akta dalam pendirian suatu PT. Pada PT, akta otentik merupakan salah satu syarat pengesahan berdirinya PT, karena tanpa akta otentik PT dianggap tidak pernah ada. 

          Setelah akta pendirian diabuat, akta tersebut kemudian didaftarkan ke Kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat. Baru setelah itu diumumkan dalam Berita Negara RI. Disamping itu, untuk memulai berusaha sekutu pendiri harus mengantongi Surat Izin Usaha, Surat Izin Tempat Berusaha dan Surat Izin berhubungan dengan UU Gangguan (Hinder Ordonatie, S.1926/226) bila diperlukan.

          Kewajiban untuk mendaftarkan dan mengumumkan itu suatu keharusan yang bersanksi, karena selama pendaftaran dan pengumuman belum dilaksanakan, pihak ketiga dapat menganggap Firma tersebut sebagai Persekutuan umum, yakni Firma yang: 

  1. menjalankan segala macam urusan;
  2. didirikan untuk waktu tidak terbatas; dan
  3. tidak ada seorang sekutu pun yang dikecualikan dari kewenangan bertindak dan menandatngani surat bagi persekutuan Firma (Pasal 29 KUHD).

 Sebenarnya, berdasarkan Pasal 26 dan Pasal 29 KUHD, dikenal dua jenis Firma, yaitu:

  • Firma umum, yakni Firma yang didirikan tetapi tidak didaftarkan serta tidak diumumkan. Firma ini menjalankan segala urusan, didirikan untuk jangka waktu tidak terbatas, dan masing-masing pihak (sekutu) tanpa dikecualikan berhak bertindak untuk dan atas nama Firma.
  • Firma khusus, yakni Firma yang didirikan, didaftarkan serta diumumkan, dan memiliki sifat-sifat yang bertolak belakang dengan Firma umum seperti disebutkan di atas. 

        Kedudukan akta pendirian (akta notaris) Firma merupakan alat pembuktian utama terhadap pihak ketiga mengenai adanya persekutuan Firma itu. Namun demikian, ketiadaan akta sebagaimana dimaksud di atas tidak dapat dijadikan alasan untuk lepas dari tanggung jawab atau dengan maksud merugikan pihak ketiga. Dalam keadaan ini, pihak ketiga dapat membuktikan adanya persekutuan Firma dengan segala macam alat pembuktian biasa, seperti surat-surat, saksi dan lain-lain. 

    Langkah-langkah mendirikan Firma adalah sebagai berikut: 

1) Para pihak yang berkehendak mendirikan Firma menyiapkan akta yang didalamnya minimal memuat (Pasal 26 KUHD): 

  • Nama lengkap, pekerjaan, dan tempat tinggal para pendiri Firma; 
  • Nama Firma yang akan didirikan (termasuk juga tempat kedudukan Firma); 
  • Keterangan kegiatan usaha yang akan dilakukan Firma di kemudian hari; 
  • Nama Sekutu yang tidak berkuasa untuk menandatangani perjanjian atas nama Firma; 
  • Saat mulai dan berakhirnya Firma;
  • Klausula-klausula yang berkaitan dengan hubungan antara pihak ketiga dengan Firma 

2)  Akta tersebut dibuat sebagai akta otentik yang dibuat di hadapan notaris (Pasal 22 KUHD) 

3) Akta otentik tersebut selanjutnya didaftarkan pada register Kepaniteraan Pengadilan Negeri dimana Firma berkedudukan (Pasal 23 KUHD) 

4)  Akta yang telah didaftarkan ke Pengadilan Negeri selanjutnya diumumkan dalam Berita Negara. 


4.        PERUSAHAAN DAGANG (PD)  
a.        Pengertian
          Perusahaan Dagang (PD) atau Usaha Dagang (UD) merupakan perusahaan perseorangan yang biasanya dilakukan atau dijalankan oleh satu orang pengusaha.30 Perusahaan perseorangan ini modalnya dimiliki oleh satu orang. Pengusahanya langsung bertindak sebagai pengelola yang kadangkala dibantu oleh beberapa orang pekerja. Pekerja tersebut bukan termasuk pemilik tetapi berstatus sebagai pembantu pengusaha dalam mengelola perusahaannya berdasarkan perjanjian kerja atau pemberian kuasa. Perusahaan perseorangan ini biasa disebut dengan one man corporation atau een manszaak.
         Dalam perusahaan perseorangan kadang-kadang tampak banyak orang yang bekerja, tetapi mereka itu adalah pembantu pengusaha dalam perusahaan, yang hubungan hukumnya dengan pengusaha bersifat perburuhan dan pemberian kuasa.
         Modal dalam perusahaan perseorangan milik satu orang, yaitu milik si pengusaha. Karena modal ini milik satu orang, maka biasanya modal itu tidak besar. Sebagian besar perusahaan perseorangan ini modalnya termasuk modal kecil atau modal lemah.
         Kedudukan hukum dari Perusahaan Dagang (PD) atau Usaha Dagang (UD) tidaklah tegas karena tidak dapat dikategorikan dengan Maatschap, Firma, dan CV yang diatur dalam KUHD. Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia seakan-akan cendrung mempersamakan bentuk perusahaan perseorangan ini dengan “Handelsvennootschap” yang dapat mendekati pengertian “vennootschap” pada umumnya seperti Maatschap, Firma, dan CV. Padahal pengertian vennootschap (menurut BW baru Belanda) adalah suatu perjanjian yang diadakan oleh dua orang  atau lebih yang mana mengikatkan diri  untuk bersama-sama membiayai, mengerjakan atau menjalankan suatu perusahaan.

Jelaslah bahwa pengertian Perusahaan Dagang (PD) atau Usaha Dagang (UD) berbeda dengan vennootschap (persekutuan) pada umumnya. Perusahaan Dagang (PD) atau Usaha Dagang (UD) terlihat lahir dari hukum kebiasaan.
            KUHD sendiri tidak mengatur secara khusus mengenai perusahaan perseorangan, akan tetapi dalam praktek (hukum kebiasaan) diakui sebagai pelaku usaha. Di dalam dunia usaha, masyarakat telah mengenal dan menerima bentuk perusahaan perseorangan yang disebut Perusahaan Dagang (PD) atau Usaha Dagang (UD). Perusahaan Dagang (PD) atau Usaha Dagang (UD) ini berbeda dengan vennootschap (persekutuan) yang terletak pada jumlah pengusahanya. Jumlah pengusaha dalam perusahaan perseorangan seperti PD hanya seorang, sedangkan jumlah pengusaha dalam persekutuan dua orang atau lebih. Pada Perseroan Terbatas (salah satu contoh persekutuan), jumlah pengusahanya sama dengan jumlah pemegang saham, yang  berarti bahwa keseluruhan pemegang saham pada PT adalah pengusaha.
         Walaupun KUHD tidak mengatur secara khusus mengenai Perusahaan perdagangan (PD), karena eksistensinya diakui sebagai bentuk usaha, maka pemerintah berupaya melegalisasinya dengan cara yang berbeda. Hal ini dapat di lihat dengan dikeluarkannya keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 23/MPP/KEP/1/1998, tentang Lembaga-lembega Usaha Perdagangan. Pasal 1 butir 3 KEP MPP ini disebutkan :
 

“Lembaga perdagangan adalah suatu instansi/badan yang dapat berbentuk perorangan atau badan usaha…”  
           Tidak ada persyaratan khusus atau standar yang harus dipenuhi guna mendirikan Perusahaan Dagang. Hanya dalam praktek pada umumnya pendirian PD ini dibuat dengan akta notaris . kemudian diikuti dengan permohonan “izin usaha” kepada kepala Kantor Perdagangan dan permohonan “izin tempat usaha” kapada Pemerintah Daerah setempat. Perlu diketahui bahwa ada atau tidak ada akta notaris, PD (usaha dagang) ini tetap bisa didirikan. Keberadaan akta hanya sebagai alat bukti semata, bukan sebagai syarat bahwa ia adalah badan hukum. Sudah tentu akta pendirian itu sangat sederhana sebab tidak memerlukan anggaran dasar. Dengan adanya akta pendirian yang notariil ini, orang berpendapat bahwa kedudukan hukum perusahaannya lebih kuat. Tetapi sebenarnya akta pendirian yang notariil ini tidak diharuskan. Akta ini juga tidak perlu didaftarkann kepada kepaniteraan Pengadilan Negeri dan pula tidak perlu diumumkan dalam Tambahan Berita Negara RI.
          Di Inggris, bentuk perusahaan yang berwujud PD ini dikenal sebagai Sole Traders. Di Amerika dikenal sebagai Proprietorships. Perusahaan demikian merupakan tipe organisasi bisnis atau perusahaan yang paling sederhana.
          Perusahaan berbentuk PD atau UD ini memiliki kelebihan dan kelemahan, yaitu:
Kelebihan :
a) Aktivitas relatif lebih sedikit dan sederhana sehingga organisasinya mudah 

b) Biaya organisasi rendah 
c) Pemilik bebas mengambil keputusan 
d) Seluruh keuntungan perusahaan menjadi hak pemilik perusahaan 
e) Rahasia perusahaan terjamin 
f) Pemilik lebih giat berusaha 
g) Pendirian dan pembubarannya mudah karena tidak memerlukan formalitas
 

Kelemahan :
a) Tanggungjawab pemilik tidak terbatas 

b) Sumber keuangan perusahaan terbatas sehingga kemampuan investasi pun terbatas 
c) Status hukum perusahaan bukan badan badan hukum 
d) Kelangsungan hidup perusahaan kurang terjamin 
e) Seluruh aktivitas manajemen dilakukan sendiri, sehingga pengelolaan manajemen menjadi kompleks 
f) Kemampuan manajerial biasanya terbatas 
g) Bila pemilik perusahaan meninggal dunia atau sakit dalam waktu yang lama maka aktivitas perusahaan juga ikut terhenti 

b.      Pendirian UD

         Untuk mendirikan UD, tidak disyaratkan secara mutlak harus dibuat di hadapan notaris. Namun demikian, jika berhubungan (dalam arti bekerja sama) dengan suatu perusahaan besar atau instansi pemerintah, akta pendirian ini biasanya akan dijadikan satu prasyarat. Umumnya, untuk UD hanya perlu mengajukan perizinan berupa:

  1. Izin Domisili Usaha dari Kantor Kelurahan dan Kecamatan tempat usahanya;
  2. Mengajukan penerbitan NPWP atas nama diri sendiri;
  3. Mengajukan permohonan Surat Izin Usaha Perdagangan perseorangan kepada Dinas Koperasi, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), dan Perdagangan setempat. Namun, SIUP ini tidak diwajibkan bagi UD sesuai Pasal 4 ayat (1) Peraturan Menteri Perdagangan No. 36/M-DAG/PER/9/2007, jadi boleh dibuat, boleh juga tidak.
  4. Jika suatu UD memiliki SIUP, wajib dilanjutkan dengan pendaftaran Tanda Daftar Perusahaan (TDP) sesuai dengan UU No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.
 referensi : 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar